“…Dan mereka memberi makan yang disukainya pada orang-orang miskin, anak-anak yatim dan para tawanan” (QS. Al-Insan: 8)
Namanya Pak Cip. Sejak kecil, Pak Cip hidup dalam gelimang kesusahan. Di umur sekolah dasar, dia sudah harus ditinggal pergi orang tuanya. Ia harus mencari makan sendiri. Ia pun bekerja mencuci pakaian orang sejak kelas dua SD. Ia ikut orang dan bekerja mencuci pakaian orang. Kita bisa bayangkan, betapa papanya seorang Cip Kecil. Segala keperluan sekolah sejak kecil harus ditangani semuanya.
Ketika menginjak umur SMP, Cip Kecil harus juga mencari makan sendiri di samping harus membiayai kebutuhan hidupnya sendiri. Inipun terus ia lakukan hingga SMA. Ia harus serba mandiri. Salah satu cara untuk bertahan hidup, kata Pak Cip, adalah dengan menjadi teman anak-anak nakal yang setengah preman tersebut. Dengan berteman dengan anak-anak nakal, satu hal yang pasti ia dapatkan: dapat makan gratis bersama mereka.
Begitulah. Untuk bertahan hidup, Pak Cip harus bergabung dengan para berandalan. Pilihan hidup ini ia teruskan ketika kuliah di Banyuwangi. Ia mendapat fasilitas gratis makan bersama mereka hingga kuliah selesai. Dengan cara itulah, ia bertahan hidup, survive hidup.
Singkat cerita, layaknya laki-laki yang lain, Pak Cip menikah. Ia dikaruniai dua orang anak. Sejak awal pernikahan, Pak Cip merasakan hidup yang susah dan kesulitan dengan banyak hal. Namun, kehidupan ini berubah kala Pak Cip, berbagi mendarmakan sebagian hartanya untuk anak-anak Yatim di Pasuruan. Padahal, waktu itu, anak-anak nya masih kecil dan ia juga belum punya apa-apa.
“Bagaimana, Ma? Ini uang kita dermakan ke pesantren Yatim di Probolinggo?” kata Pak Cip meminta persetujuan istrinya.
“Ya, tidak apa. Kita pasrahkan semuanya pada Allah Swt.” kata istrinya mengiayakan. Padahal, uang di rumah tidak cukup untuk kebutuhan hidup. Namun, mereka berdua bertekad untuk membantu anak-anak Yatim.
Mereka pun ke pondok pesantren Yatim Piatu tersebut. Beras yang mereka siapkan langsung dimasukkan ke tong beras yang berada di bagian serambi pesantren. Bismillah, ini lah awal kali mereka berdua berderma untuk anak Yatim.
Sejak itu, perlahan-lahan, kehidupan mereka mulai membaik. Perlahan-lahan, ekonomi mereka juga sejahtera. Bahkan, sejak tahun 2000, mereka memiliki rumah mewah di Perum Milenia Jember. Semua itu, kata mereka berdua, adalah berkat doa anak-anak yatim yang disantuninya. Pak Cip sejak itu juga dipasrahi menjadi Pimpinan Bank Pundi Jember. Selanjutnya, karirnya terus menanjak. Kini, ia menjadi Pimpinan Bank Pundi Malang yang membawahi separuh kabupaten di Jawa Timur.
Kini, jika kiai pesantren Yatim di Probolinggo meminta apapun, jika kebetulan ada rezeki, Pak Cip dan keluarganya langsung mengirimkan uangnya. Misalnya untuk kebutuhan ziarah santri yatim ke Walisongo.
Begitulah, Islam mengajarkan pada kita untuk berbuat baik pada anak yatim. Sebaliknya, orang yang menghardik anak-anak yatim akan dikatakan sebagai pendusta agama. “Apakah kalian tahu orang yang mendustakan agama? Mereka adalah orang-orang yang menghardik anak yatim. Mereka juga tidak mau memberi makan orang miskin…”, (QS. Al-Ma’un: 2-3).
Sebaliknya, apa yang dilakukan oleh Pak Cip adalah sebentuk kebajikan yang diajarkan oleh agama. Kebajikan ini sejatinya kembali pada diri sendiri. Seperti yang terlihat di atas, berbuat baik pada anak yatim akan menjadikan kita dikasihi oleh Tuhan semesta alam. Bahkan, orang yang sering berbuat baik pada anak yatim akan disejahterakan oleh Tuhan. Wallahu’allam. **
Dikutip dalam buku Bersedekahlah, Anda Akan Kaya dan Hidup Berkah karya Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I