“Carikan untukku orang-orang yang lemah diantara kalian. Karena engkau diberi rizki dan ditolong karena (membantu) orang-orang lemah di antara kalian”.
(al-Baghawi: Syarh as-Sunah, Juz I4, hal 264)
Hari itu pada tahun 2012, saya keliling Surabaya dengan diantar Taxi Blue Bird. Memang, saya pergi ke berbagai kota, sering menggunakan taxi handal ini sebelum ada Gojek maupun Grab. Kerja bisnis saya hari itu adalah mengantarkan hasil cetakan ke beberapa konsumen. Saya sudah lama menggeluti usaha cetakan. Untung, selama perjalanan, saya berbagi cerita pada sopir Taxi Blue Bird ini.
Sopir Taxi Blue Bird ini berbagi cerita tentang banyak hal. Salah satunya, adalah cerita tentang “Makelar Rizki”. Sopir Taxi ini memiliki kenalan baik, seorang sol sepatu. Seringkali, ia bertemu dengan teman baiknya di warung kopi. Mereka ngopi dan lalu bercerita-cerita ringan. Sopir Taxi merasa lebih baik nasibnya daripada temannya Sol Sepatu ini, ia selalu yang membayari kopi dan juga makan tukang Sol Sepatu di warung pojok tersebut.
Suatu saat, sopir Taxi agak melamun. Ia terus berpikir karena dagangannya tidak laku. Ia disuruh temannya untuk menjualkan mobil truk. Sudah hampir empat bulan, barangnya tidak laku-laku. Nampaknya temannya yang sol sepatu ini tahu kegalauan hati Sopir Taxi. Ia coba tanya masalahnya. Setelah bercerita duduk masalahnya, tukang sol sepatu inipun mencoba mencarikan solusinya.
“Oh ya. Insya Allah, pelanggan sol sepatu saya ada yang butuh truk dengan model yang sampyan cari”, kata Tukang Sol Sepatu.
“Kalau begitu, saya minta nomor teleponnya”, pinta sopir Taxi. Akhirnya, nomor telpon pelanggan sol sepatu pun diberikan.
Singkat cerita, sopir Taxi menelepon pelanggan sol sepatu dan bertamu ke rumahnya dengan maksud menawarkan truk tadi. Tanpa diduga, ternyata mobil yang dicari pelanggan sol sepatu adalah truk yang ditawarkan sopir Taxi. Tawar menawar harga pun terjadi. Deal pun dilakukan dengan ketetapan harga yang disepakati.
Walhasil, hajat sopir Taxi terpenuhi. Mobil truk yang dijualkan sudah laku. Ia pun mendapat fee dari pemilik mobil truk. Tidak tanggung-tanggung. Fee-nya sebesar 7 juta sudah ia terima. Ia bersyukur atas apa yang diperolehnya. Namun, sopir Taxi juga masih ingat dengan temannya, tukang Sol Sepatu yang menunjuk[1]kan jalan sehingga mobil bisa terjual.
Hari yang ditunggupun tiba. Ia ke warung kopi langganannya. Di sana Tukang Sol sepatu sudah menunggu. Sopir Taxi pun menyapa tukang sol sepatu. Ia pun bercerita tentang kegirangannya karena mobil sudah laku dan ia mendapatkan fee sebanyak itu. Dengan bangga, iapun berterima kasih pada tukang sol sepatu. Ia pun memberi salam tempel pada tukang sol sepatu.
“Itu bagian kamu”, kata sopir Taxi.
“Kok banyak sekali”, kata Tukang Sol sepatu setelah menghitung. Uang yang diterimanya 3,5 juta. Separuh fee yang diberikan pada sopir Taxi. Subhanallah. Betapa sangat besar dan berartinya uang 3,5 juta ini pada tukang sol sepatu. Dan betapa luar biasanya sang sopir Taxi yang rela bagian separo yang diperolehnya diberikan tukang sol sepatu.
“Terima kasih, terima kasih”, ujar tukang sol sepatu berbinar-binar. Ia jelas sangat bahagia mendapat[1]kan rejeki yang besar tersebut. Mungkin perlu berbulan[1]bulan Tukang Sol Sepatu mendapat rejeki nomplok tersebut. Padahal, ia hanya bermodal dengkul: hanya memberi nama dan alamat pelanggannya yang mungkin mau membeli truk.
Iapun berencana pulang kampung. Ia akan ke Lamongan, tanah dan tumpah darah kelahirannya. Tukang sol sepatu ini juga langsung beli HP, barang mewah yang sudah lama ia idamkan, namun belum pernah ia dapatkan. Beberapa hari, Tukang Sol Sepatu ini pulang kampung ke Lamongan.
Setelah balik ke Surabaya, Tukang Sol Sepatu dipanggil pelanggannya yang telah membeli truk tersebut. Sesampai di rumah pelanggannya, ia ternyata juga diberi fee 1juta rupiah. Nampaknya ia ingin bersikap sama dengan sopir Taxinya. Ia hendak membaginya dua: 500 ribu untuknya dan 500 ribu untuk sopir Taxi. Beberapa hari kemudian, Tukang Sol Sepatu bertemu sopir Taxi di warung kopi biasanya.
“Ini bagian kamu 500 ribu”, kata Tukang Sol Sepatu kepada sopir Taxi.
“Bagian apa ? “, kata sopir Taxi. Tukang sol sepatu pun menceritakan perihal fee dari pelanggannya. Dan tukang sol sepatu ini ingin berbagi seperti yang dilakukan oleh sang sopir Taxi.
“Kamu lebih membutuhkan. Jadi, mohon maaf saya tidak menerima uang ini”, kata sopir Taxi. Bagai disambar petir, tukang sol sepatu ini terheran-heran. Bukankah ia juga pantas untuk sopir Taxi. Tapi, kata sang sopir Taxi, ternyata dia lebih membutuhkannya. Akhirnya, uang 500 ribu itu diterima kembali oleh tukang Sol Sepatu.
Apa yang kita bisa belajar dari sopir Taxi ini? Bahwa dalam mencari rizki, kita harus mengingat jalannya rizki. Ghalibnya, kita memandang bahwa rizki yang diberikan oleh Tuhan langsung pada kita tanpa perantara. Pada kenyataannya tidak demikian. Rizki ini diturunkan oleh Allah Swt. melalui “makelar rizki”. Dan ingat, “makelar rizki” ini jangan sampai kau lupakan. “Makelar rizki” ini harus kita berikan juga bagiannya.
Kalau kita punya usaha, maka “makelar rizki ini” adalah para karyawan kita. Kalau kita menjadi pimpinan, maka “makelar rizki” ini adalah para anak buah kita. Kalau kita sedang dapat order sampingan, maka “makelar rizki” ini adalah teman-teman yang menjualkan. Jadi, jangan lupakan mereka. Beri mereka bagiannya juga.
Pelajaran lain adalah bahwa kita mestinya memprioritaskan orang-orang yang membutuhkan. Kalau dipikir, sesungguhnya kita juga membutuhkan. Namun, ternyata ada orang lain yang membutuhkan untuk mendapatkan pertolongan. Jika kita menolong orang, insya Allah Tuhan akan menolong kita. Seperti bunyi hadits: “Allah Swt akan senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya yang lain”.
Demikianlah, mestinya kita belajar banyak pada kearifan sang sopir Taxi. Sayang, saya hanya sekali itu bertemu dengan sang sopir Taxi Blue Bird tersebut.
Wallahu’alam.**
Dikutip dalam buku Bersedekahlah, Anda Akan Kaya dan Hidup Berkah karya Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I